Rekayasa Industri mencari 300 engineer

December 16, 2012 1 comment

sudah lama sekali saya tidak mengupdate blog ini. alasan yang paling utama: jenuh. bagi saya alasan tsb paling manusiawi apalagi ditengah rutinitas keseharian.

beberapa waktu lalu saya di sms oleh mantan boss saya, petinggi Rekin, yang minta tolong jika saya bisa bantuin cari 300 engineer utk Rekin. Tentu bukan pekerjaan yang sangat mudah, tapi setidaknya saya bisa bantu dengan mempublish berita tsb di blog ini.

ini detailnya:

“Menyambut eksekusi project-project EPC baru yang berskala nasional dan multinasional, PT Rekayasa Industri mencari 300 engineer (including fresh engineer) dengan background engineering (mechanical, piping, structure, electrical, instrumentation, process, pipeline, etc). Silakan kirim CV ke yusairi@rekayasa.co.id”

saya, sebagai salah satu alumni Rekin, menganggap Rekayasa Industri sebagai salah satu ‘kawah candradimuka’ bagi para engineer muda dan juga tempat berkarir yang tepat bagi para engineer berpengalaman yang memiliki passion tinggi di bidang EPCI, baik onshore maupun offshore.
apalagi jika memang Rekin jadi diambil alih oleh Pertamina (Persero), exposure Rekin tentu akan sangat terbuka di masa datang.

mengenai update sesama EPC company lainnya di Indonesia, Tripatra (Indika Energi) juga banyak memerlukan engineer, salah satunya untuk eksekusi EPC Block A Medco dan juga Cepu. Kemudian IKPT (yang saat ini sahamnya sebagian dimiliki oleh Toyo Engineering Corporation – Japan), juga banyak perlu engineer.

maju terus EPC Indonesia!

Categories: Uncategorized Tags: , ,

Ribetnya project revamping

February 12, 2011 6 comments

ini pengalaman kedua saya ngerjain project revamping. yang pertama adalah waktu masih jadi expat regional di malaysia ngurusin kompressor segede gajah buat kilangnya petronas. saya kebagian kerjaan ngurusin tambahan hydrogen compressor yang dischargenya sampai 3000 psig dan motornya sampai 5 MW lebih. juga ketiban pekerjaan beberapa pompa2 BB3-BB5 yang rata-rata drivernya diatas 2 MW.

pengalaman kedua kali ini kebagian ngurusin gas turbine compressor paket. 2 biji, yang satu di retrofit abis2an (restaging, ganti engine, ganti jeroan dan yang dipake ulang cuma enclosure + skidnya doang), yang satu biji lainnya ganti total (yang lamanya di scrap abis). kalo dulu di malaysia urusannya on-shore dan tinggal jalan kaki 10 menit dari office udah bisa liat lokasi kerjaannya, kalo sekarang urusannya offshore dan mesti melaut dulu.

ini tempat gambar tempat buat pasang kompressor ditengah2 fasilitas yang udah ada dan flowstationnya berumur lebih tua dari umur saya sendiri…

kedua-duanya sama parahnya dari sisi banyak data yang yang gak ada dan mesti dikira-kira. tapi dari sisi skedul dan akses, yang kedua ini yang kayaknya lebih berat. yang paling berat itu gara-gara kompressor yang mau diganti ini adalah jantungnya perusahaan karena jadi supplier dari semua flowstation. kalo gagal, mudah-mudahan gak ya, berarti perusahaan gak jualan gas.

yah jalani saja dulu, mudah-mudahan kali ini jauh lebih lancar…

Categories: Uncategorized Tags: , ,

Kiprah Gunanusa di industri offshore dunia

February 6, 2011 1 comment

mendengar kata Gunanusa yang terlintas langsung adalah nama pak Iman Taufik sebagai pendiri. Gunanusa juga dikenal sebagai pelopor EPCIC contractor spesialis offshore yang ditangani oleh tenaga lokal. lokasinya di Cilegon tentu menjadi nilai tambah sendiri karena akses yang mudah dan tentu saja dekat dengan pasar industri di jakarta.

sejak beberapa tahun lalu sebagian saham Gunanusa sudah diambil alih oleh perusahaan Malaysia dan kelihatannya cukup gencar mencari proyek di luar Indonesia, salah satunya adalah project dari India. tentu ini berita sangat bagus mengingat biasanya mereka mengerjakan project dari klien lokal Indonesia (Peciko/Tunu-nya Total Indonesie, Ujung Pangkah-nya Hess)

berikut adalah berita dari bataviase.co.id tentang kiprah Gunanusa mengerjakan project overseas.

 

CILEGON-Kontruksi pembangunan anjungan minyak dan gas lepas pantai (offshore oil and gas) buatan dalam negeri kini mendapatkan pengakuan dunia internasional. Setidaknya, empat negara tertarik untuk mendapatkan teknologi pengeboran minyak bumi dari Indonesia. Hal ini diungkapkan Presiden Direktur PT Gunanusa Utama Fa-bricators. Samad Solbai saat mengadakan press briefing di kantornya, Cilegon, Banten, Selasa (4/1).

Perusahaan tersebut lengah menyelesaikan pengerjaan anjungan dan gas lepas pantai dengan perusahaan minyak asal India dengan nilai kontrak sebesar USD 333 juta. Proyek tersebut merupakan yang terbesar setelah berhasil menyisihkan pesaingnya, yakni tiga perusahaan konstruksi lokal. Konstruksi tersebut segera dipasang di laut Mumbai High, India dua bulan kemudian.

Proyek yang diberi nama ONGC ICP-R ini memiliki bobot sebesar 9.500 ton yang terbagi dalam lima modul yang nantinya dipersatukan di lautan lepas. Kontruksi ini sedalam 80 meter di bawah permukaan laut dan anjungannya setinggi 40 meter di atas permukaan laut. “Kami juga memiliki kontrak dengan Thailand serta Ujung Pangkah Laut Jawa semuanya senilai USD 650 juta,” ungkapnya.

Modul yang tengah menjalani proses penyelesaian ini terbagi dalam tiga buah, masing-masing terdiri atas proses pengilangan, control room, hingga power generator. Untuk menunjang kebutuhan para pekerja, manajemen akan membangun sebuah kantor serta gymnasium. “Panjangnya sekitar 80 kaii 30 meter, untuk di atas permukaan laut diperkirakan akan mencapai 40 meter,” jelasnya.

Sedangkan proyek yang keduaadalah HESS Ujung Pangkah CPP dan AUP dengan bobot total mencapai 6.000 ton senilai USD 200 juta. Kedua struktur yang nantinya dihuni sekitar 35 pekerja itu dipasangdengan kedalaman 10 meter dengan bobot masing-masing sebesar 2.650 ton dan 2.080 ton. “Di atasnya, kita bangun refinery atau kilang minyak yang bisa diangkat dan dipasang ditengah laut,” tambahnya.

Terakhir, pihaknya juga mengerjakan PTTEP QPS (Quarter Platform South) dengan bobot mencapai 3.500 ton sebagai tempat tinggal 158 pekerja. Rencananya, konstruksi tersebut akan dipasang di Bongkot atau lepas pantai Teluk Thailand. “Jumlahnya mencapai 160 bed yang masing-masing harganya mencapai Rp 1 miliar (USD 1 juta),”sahut Edy Rijanto, Direktur Operasi PT Gunanusa Utama Fabricators.

Ketiga proyek itu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.500 orang. Sebagian besar direkrut dari sekitar lokasi konstruksi. Sebelumnya, perusahaan ini telah melakukan kerja sama dengan beberapa negara seperti Brunei Darusslam dan Amerika Serikat. “Ke depan kami akan melaksanakan proyek bersama perusahaan minyak di Malaysia dan Thailand,” bebernya, (tyo)

Categories: EPC and Migas Tags:

Malam Pertama di Alam Kubur

February 6, 2011 Leave a comment

merenungkan berita wafatnya secara tiba-tiba adjie massaid karena terkena serangan jantung, saya terkenang dengan almarhum pak chandra widodo dan pak kuki. saat itu (saat saya masih bergabung dengan rekin), mereka berdua adalah orang penting di rekin (pak chandra adalah seorang direktur dan pak kuki adalah seorang senior manager) yang berpulang di masa puncak prestasi kerjanya secara mendadak karena serangan jantung, di sekitar tahun 2006 lalu (kalo gak salah).

yang menjadi perhatian saat itu tentunya adalah beban pekerjaan yang sangat tinggi yang menuntut kesibukan luar biasa dan terkadang disertai tekanan yang tinggi amat sangat rentan terhadap serangan jantung seperti itu, apalagi jika disertai kelelahan yang tinggi (habis olahraga misalnya).

tentu ini menjadi pelajaran buat kita semua yang sehari-hari mulai mendekat ke tingkat kesibukan yang makin tinggi karena tuntunan karir dan sebagainya.

tapi, pelajaran yang jauh lebih bernilai adalah: sudahkah kita bersiap menghadapi malam pertama kita di alam kubur nanti? malam yang penuh dengan segala pertanyaan tentang tanggung jawab kita di hidup ini?

apakah malam itu akan menjadi malam penuh kenikmatan? ataukah malam penuh siksaan?

selama kita bisa, kitalah yang bisa membuat perbedaan apa yang terjadi nanti.

Categories: Uncategorized

Facility Engineer

January 22, 2011 2 comments

buat rekan rekan yang sudah lama bekerja di oil and gas company tentu tidak asing lagi dengan istilah ‘Facility engineer’. namun, buat rekan rekan yang berkecimpung di dunia (yang jauh lebih menantang he3x yaitu) EPCI mungkin istilah ini jarang terdengar dan kurang difahami.

setidaknya seperti di tempat kerja sekarang, seorang engineer di facility engineering group biasanya dibedakan dengan engineer di engineering group. facility engineering lebih fokus pada facility integrity dan facility modification/fabrication di area yang dia supervisi, sementara engineering group biasanya lebih fokus pada standardisasi engineering dan memberikan jawaban teknis pada suatu masalah termasuk penyiapan pembelian barang/equipment baru.

apa itu facility integrity dan modification? secara umum istilah integrity paling gampang dijabarkan menjaga agar fasilitas bekerja sesuai yang dirancang, termasuk diantara mencegah kebocoran, penurunan efisiensi dan berubahnya titik kerja tanpa disengaja.  jika hal tersebut terjadi maka harus dilakukan facility modification/fabrication yaitu melakukan perubahan yang diperlukan agar sistem kembali seperti semula.

lalu apa yang dikerjakan oleh engineering group? engineering biasanya berkaitan untuk mendesain sesuatu sistem yang baru atau merekayasa sistem yang ada agar berubah menjadi sistem yang baru (perubahan yang disengaja). karenanya tim engineering lebih fokus pada ‘perancangan’ sementara tim facility lebih fokus pada ‘perawatan’.

lalu apa bedanya dengan team operation dan maintenance? secara umum operation team berkaitan dengan pengoperasian sistem (membuka dan menutup valve sesuai kebutuhan, menyalakan dan mematikan pompa jika diperlukan dlsb), sementara maintenance team biasanya berkaitan dengan pemeliharaan unit atau sistem tertentu (mengganti lube oil, mengganti pressure gauge yang hunting dlsb).

mungkin ilustrasinya seperti ini jika diumpamakan pada suatu fasilitas  pemipaan di offshore: operation team bertugas mengoperasikan buka-tutup valve. maintenance team bertugas memantau  valve mana yang sudah terlihat bocor. integrity bertugas memantau darimanakah kebocoran pipa  tsb termasuk menghitung berapa lama umur yang tersisa pada sistem pipa. kemudian jika ada kebocoran, team modifikasi/fabrikasi akan menyiapkan rencana penggantian. team engineering akan dilibatkan jika modifikasi yang baru memerlukan penggantian route pipa, penggantian material termasuk jika diantaranya diketahui bahwa kebocoran terjadi karena overstress misalnya.

mudah-mudahan ilustrasi diatas cukup membantu, meski pada kesehariannya ada beberapa pekerjaan yang tumpang tindih di antara mereka.

 

Categories: Uncategorized Tags:

Update: Gendalo Gehem

December 19, 2010 2 comments

di tulisan sebelumnya tentang deepwater, pernah disinggung rencana chevron untuk memulai project Gendalo Gehem.

di awal desember ini, akhirnya secara resmi diumumkan nama-nama kontraktor yang memenangkan proyek tersebut. untuk kontrak Front End Engineering Design (FEED) pengerjaan Floating Production Unit (FPU) diberikan kepada Technip Indonesia. Kontrak FEED subsea pipeline diberikan kepada Worley Parsons Indonesia, sementara Onshore Receiving Facility diberikan kepada Singgar Mulia. meski saya belum mendapatkan informasinya, sepertinya pekerjaan pipanisasi (pipeline) yang lain, yaitu export gas and condensate pipeline juga diberikan kepada WPI.

ketiga nama diatas tentu bukan nama baru di dunia engineering khususnya dalam pekerjaan FEED, khususnya offshore, meski begitu saya tetap surprise bahwa pekerjaan pipeline akhirnya dimenangkan oleh Worley Parsons Indonesia. setau saya (please reader to confirm) bahwa semua pekerjaan yang terkait dengan pipeline biasanya dikerjakan oleh Worley Parsons di Kuala Lumpur (bukan di Jakarta). jika memang demikian, sungguh disayangkan karena salah satu kesempatan engineer Indonesia untuk mempertajam kemampuan pipeline engineering menjadi hilang (as we really lack of local senior pipeline engineer!)

dari informasi, diketahui bahwa project deepwater skala USD 6 billion ini pada kedalaman 6000 feet ini offtakernya adalah LNG Bontang di Kalimantan Timur. disebutkan juga bahwa Chevron sudah memulai aktivitas farm-in (mengundang investor lain), Sinopec disebut-disebut yang akan berpartisipasi lain. Pertamina sendiri setau saya (please reader to confirm) sudah memiliki saham sekitar 10% di salah satu bagian dari Makassar Strait Block ini.

Sejarah Kampung Melayu

October 30, 2010 Leave a comment

sebagai orang asli kawasan Kampung Melayu Jakarta, saya sangat penasaran terhadap asal-usul nama tempat saya (dan orang tua serta kakek-nenek saya) lahir dan dibesarkan kenapa dinamakan Kampung Melayu.

pada saat saya sempat tinggal di Malaysia, saya cukup kaget karena banyak sekali tradisi di sana yang mirip dengan tradisi disini. juga ketika mengingat masa kecil dimana orang tua selalu menolak di sebut ‘orang betawi’ dan lebih memilih disebut ‘orang Melayu’

apalagi ada kerabat saya yang memiliki silsilah cukup lengkap yang pada ujung silsilah tersebut tertera “Hasan datang pada tahun sekian-sekian”. kata “datang” menunjukkan bahwa memang Hasan itu kemungkinan besar adalah pendatang dari tempat lain…

juga – bahkan sampai saat ini – panggilan keluarga yang berlaku di keluarga besar kami banyak menyerupai panggilan orang-orang Melayu, seperti “Encik” untuk paman, padahal umumnya orang betawi menggunakan istilah “Encang atau Encing. belum lagi istilah “Abang” yang sangat tipikal Melayu (dan Betawi).

mungkin artikel dibawah yang saya dapat dari sini bisa menjawab sebagian penasaran saya:

Kawasan Kampung Melayu merupakan wilayah Kelurahan Kampung Melayu dan sebagian dari wilayah Kelurahan Balimester, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur (red: sekalipun tempat tinggal saya saat ini Kampung Melayu Kecil berada di kawasan Jakarta Selatan, sejatinya dulu menjadi satu dengan kawasan Kampung Melayu diatas karena hanya dipisahkan oleh sungai Ciliwung dan pemisahan administrasi baru dilakukan sekitar tahun 1970-an)

Kawasan tersebut dikenal dengan sebutan demikian, karena mulai paro kedua abad ke- 17 dijadikan tempat pemukiman orang –orang Malayu yang berasal dari Semenanjung Malaka (sekarang Malaysia) dibawah pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus.

Wan Abdul Bagus adalah anak Ence Bagus, kelahiran Patani, Thailand Selatan. Ia terkenal pada jamannya sebagai orang yang cerdas dan piawai dalam melaksanakan tugas, baik administratif maupun di lapangan sebagai perwira. Boleh dikatakan selama hidupnya ia membaktikan diri pada Kompeni. Dimulai sebagai juru tulis, kemudian menduduki berbagai jabatan, seperti juru bahasa, bahkan sebagai duta atau utusan. Sebagai seorang pria dia sering terlibat dalam peperangan seperti di Jawa Tengah, pada waktu Kompeni “membantu” Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo. Demikian pula pada perang Banten, ketika kompeni “membantu “ Sultan Haji menghadapi ayahnya sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Waktu menghadapi pemberontakan Jonker, Kapten Wan Abdul Bagus terluka cukup parah. Menjelang akhir hayatnya ia dipercaya oleh Kompeni untuk bertindak selaku Regeringscommisaris, semacam duta, ke Sumatera Barat.

Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716, ketika usianya genap 90 tahun. Kedudukannya sebagai kapten orang-orang Melayu digantikan oleh putranya yang tidak resmi, Wandullah, karena ahli waris tunggalnya, Wan Mohammad, meninggal dunia mendahului ayahnya. Menurut F. De Haan, Ratu Syarifah Fatimah, yang kemudian terkenal karena membuat Kesultanan Banten geger, adalah janda dari Wan Mohammad, jadi mantunya Wan Abdul Bagus.

juga dari sumber berikut:

Perpindahan dan peranan ulama Patani di Betawi/Jakarta

Kedatangan orang Patani ke Betawi, baik secara langsung dari Patani atau pun setelah mereka dari Campa memang sejak lama. Pada zaman dulu, Betawi juga dinamakan dengan Sunda Kelapa, Jayakarta dan Batavia, tetapi sekarang ialah Jakarta.

Jika benar Sunan Gunung Jati /Syarif Hidayatullah adalah putera Sultan Umdatuddin bin Saiyid Ali Nurul Alam, Sultan di Campa, menurut satu versi bahawa Sunan Gunung Jati tersebut berhasil menguasai Sunda Kelapa itu pada 21 Jun 1527 M.

Sejak itu, beliau dan orang-orang Patani yang ada hubungan dengan Sunan Gunung Jati berhijrah ke Betawi untuk membantu dan mengukuhkan kedudukan Sunan Gunung Jati.

Di antara sekian ramai orang Patani termasuklah keturunan Sheikh Daud bin Abdullah al-Malikul Mubin.

Salah seorang di antara keturunannya ialah Wan Abdul Bagus, datuk neneknya berasal dari Patani tetapi beliau sendiri dilahirkan di Betawi. Beliaulah yang membuka Kampung Melayu di Betawi pada tahun 1656 M. Pemerintah kolonial Belanda melantik Wan Abdul Bagus menjadi ketua orang-orang Melayu atau digelar dengan Captain Malleyer.

Wan Abdul Bagus al-Fathani menguasai tanah yang luas di bahagian tepi kiri-kanan Kali Ciliwung sebelah selatan dan bersempadan dengan tanah Meester Cornelis. Pemilikan tanah dikeluarkan dalam tahun 1661 M dan ditambah lagi tahun 1696 M sehingga menjadi amat luas.

Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716 M. Beliau digantikan anaknya Wan Abdullah bin Wan Abdul Bagus al-Fathani sehingga Belanda merampas kekayaan dan melucutkan jabatannya sebagai Kapten Melayu. Kemudian Wan Abdullah ditangkap, dipenjara, diseksa dan dibuang.

Berdasarkan cerita di atas dapat disimpulkan bahawa keluarga besar ulama Patani pernah berperanan penting di Betawi baik dalam kepemimpinan duniawi mahu pun ukhrawi.

Categories: Common Tags:

Bakrie siap membangun Kalija

October 30, 2010 Leave a comment

banyak diberitakan di media bahwa  BP Migas kelihatannya akan memutuskan bahwa pipanisasi proyek Kepodang milik Petronas Carigali akan ‘diambil -alih’ oleh Bakrie. Pipanisasi yang terbentang dari  Muriah Power Plant ke platform CPP (Central Processing Platform) akan dikelola oleh Bakrie karena dianggap sebagai bagian dari konsesi pipanisasi Kalimantan – Jawa (Kalija) dimana Bakrie adalah pemenang lelangnya.

posisi CPPnya Petronas Carigali yang tepat berada di tengah Jawa dan Kalimantan – padahal ada ratusan platform perusahaan minyak lain yang juga berposisi tidak jauh beda – menyebabkan klaim dari Bakrie ini menjadi ‘sulit ditolak’ oleh BP Migas.

yang jadi perhatian saya adalah, selain akan mengubah skenario pembangunan lapangan Kepodang yang dikelola Petronas, pipanisasi Kalija (Kalimantan Jawa) ini juga dikhawatirkan akan ‘mengganggu’ strategi banyak perusahaan yang berencana membangun LNG regasification. salah satunya seperti yang akan dilakukan Pertamina – PGN (baca disini).

sudah menjadi pengetahuan umum bahwa project LNG hanya akan kompetitif jika tidak ada pipeline. jika pipanisasi sudah terbentang, maka project LNG akan sulit secara keekonomiannya, kecuali jika dibangun dalam waktu yang lebih cepat, lebih murah dan lebih flexible.

dari pengamatan saya, kelihatannya project Pertamina-PGN di atas sudah cukup antisipatif, karena yang akan dibangun adalah Project terapung yang flexible, sehingga asetnya bukan aset tetap karena akan mudah untuk dipindahkan oleh operatornya jika konsesinya sudah selesai.

mari kita lihat perkembangan kedua project diatas, mana yang akan masuk fase tender EPC duluan dan mana yang akan segera terealisasi.

berita tentang Kalija dapat diintip di pme-indonesia.com:

JAKARTA – PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) tengah menyiapkan dana sebesar US$ 135-145 juta untuk pembangunan jalur pipa gas Kepodang tahap I dari Kalimantan-Jawa (Kalija).

Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Bobby Gafur Umar mengatakan, Bakrie & Brothers selaku pemegang konsesi gas Kalimantan-Jawa (Kalija) yang jalurnya sejalan dengan pipa Kepodang, sudah membicaraka secara intensif dengan pemerintah untuk dapat membangun pipa Kepodang sebagai realisasi tahap I dari Kalija.

“Rencana pembangunan pipa tersebut adalah segera setalah ditandatanganinya GSA (Gas Sales Agreement) plus Gas Transportation Agreement (GTA), jadwal pembangunan pipa 22 bulan dengan perkiraan biaya USD 135-145 juta. Pembiayaannya dengan menggunakan skema project financing dan equity,” kata Bobby kepada wartawan, Jakarta, Rabu (27/10).

Saat ini, lanjut Bobby, tarif yang sudah disepakati yang memberikan keuntungan optimum kepada pemerintah adalah 37 cent USD.

“Saat ini kami menunggu penetapan dari pemerintah untuk pipa Kepodang tersebut dibangun dengan skema Hilir Open Access dan merupakan bagian dari Kalija,” ujarnya.

Dengan skema hilir tersebut, imbuh Bobby, maka biaya pembangunan pipa tidak masuk dalam cost recovery yang tentunya menguntungkan negara dan akan banyak sumur-sumur gas marginal sepanjang jalur pipa dapat memanfaatkan pipa Open akses tersebut

Categories: Uncategorized Tags: , ,

“Bercita-cita menjadi client”

October 30, 2010 5 comments

belakangan ini baik dari milis (migas) yang saya ikuti, maupun dari percakapan dengan beberapa teman, kelihatannya memang statement “bercita-cita menjadi client” cukup banyak dimiliki oleh rekan-rekan sesama professional di dunia migas.

“menjadi client” disini berarti adalah menjadi Company-man, alias bekerja sebagai engineer di perusahaan PEMILIK plant / plant owner, baik di usaha exploration & production (upstream) maupun diusaha refinery dan pengolahan lainnya (downstream).

jika seseorang yang saat ini bekerja menjadi seorang engineer di perusahaan EPCI, pada dasarnya dia sebenarnya sudah menjadi client dalam arti menjadi client dari para vendor yang menjual barang2 yang ia beli (pompa, kompressor, valves dlsb)!

tapi entah kenapa, “menjadi client” selalu diartikan: bekerja di oil & gas company! tidak mau kalo sekedar menjadi client yang lain!

mungkin – analisa saya nih – cita-cita tersebut muncul karena melihat para oil company-man itu terlihat begitu ‘berkuasa’ di mata teman2 EPCI. mereka (company-man) dengan mudahnya meminta sesuatu pekerjaan dilakukan secepat (dan sebagus mungkin) dan juga punya kuasa untuk menolak pekerjaan EPCI yang dianggap kurang bagus. jadi teman2 di EPCI ingin sekali membalikkan posisinya suatu saat nanti (tapi mudah2an jangan terkesan ‘balas dendam’ ya he he)

buat saya yang sudah pernah kerja di 2 EPCI company dan 3 oil company, saya kira menjadi EPC engineer atawa menjadi Company’s engineer sebenarnya tidak lah terlalu berbeda. jika menjadi EPC engineer kita senantiasa sibuk oleh pekerjaan yang sudah digariskan oleh tender (bagaimana mereduce cost biar project untung), maka sebagai Company man juga akan sibuk oleh pekerjaan menghadapi EPCI sekaligus juga menghadapi BPMigas (dan Ditjen Migas) yang selalu meminta semua pekerjaan dilakukan sesuai prosedur (dan anggaran) yang telah ditetapkan.

malah, jika EPCI tidak terlalu berfikir terhadap operability dan cost life cycle plant yang dibangun, para Company-man justru harus memikirkan hal tsb berbarengan pada saat ‘mengawasi’ pekerjaan EPCI.

ironi juga ya, jika dulu pada saat saya masih di EPCI saya suka bilang “uh, clientnya payah, gak ngerti apa-apa dan suka ngga tau sendiri apa yang dia minta”, sekarang sebagai Company-man saya malah kadang berujar “EPCI company cuma bisa ngomong doang, kerjaannya gak bisa diandalkan, ujung2nya company-man juga yang mengerjakan”

yah, itulah ironi yang sangat lumrah dalam pekerjaan. tidak pernah puas!

jadi ingat Firman Nya:

“Sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam keadaan berkeluh kesah lagi kikir.” (QS. Al-Ma’arij: 19)

 

Categories: EPC and Migas Tags: ,

Kontraktor FSRU pertama di Indonesia

October 13, 2010 2 comments

diberitakan di banyak media bahwa Golar LNG telah ditunjuk sebagai EPCI kontraktor pemenang untuk proyek LNG Regasifikasi pertama di Indonesia yang dimiliki oleh PT Nusantara Regas (joint antara Pertamina 60% dan PGN 40%).

fasilitas yang dibangun adalah tipe floating (terapung) sehingga portable alias bisa dipindahkan setelah masa kontrak selesai. berbeda dengan kontrak EPCI standar yang biasanya hanya sampai 3-4 tahun (sampai plant siap dijalankan), maka kontrak floating storage (kapal) adalah dalam bentuk leasing.

info yang didapat adalah Golar LNG harus segera menyerahkan kapal storage dan proses (yang akan terapung) di akhir tahun depan dan juga bertanggung jawab menyewakan (lease) selama sekitar 11 tahun.

dari mana kah sumber LNG nya? berbeda dengan rencana semula untuk mengambil dari Tangguh, yang diberitakan adalah ada perjanjian antara Nusantara Regas dengan LNG dari Bontang (PT Badak) yang disupply oleh Total Indonesie E&P.

terus terang berita ini luar biasa melegakan, akhirnya setelah sekian tahun selalu menjadi wacana, floating regasification menjadi kenyataan di Indonesia. di sisi lain, ini menjadi solusi masalah distribusi energi dimana akhirnya LNG yang diproduksi di Kalimantan bisa langsung dinikmati oleh konsumen di pulau Jawa tanpa terkendala masalah pipanisasi.

konsekuensinya adalah: apakah ini akhir dari cerita Bakrie memperjuangkan Kalija (Kalimantan – Jawa) pipanisasi?

Categories: Uncategorized Tags: